Ide untuk membuat keramba jaring apung (KJA) sederhana ini sebenarnya telah muncul beberapa waktu lalu namun karena beberapa kesibukan maka baru sekitar 2 minggu yang lalu keramba ini selesai dibuat. Gagasan untuk pembuatan keramba ini bermula dari 'kerepotan' yang dialami beberapa rekan pembudidaya saat harus melakukan grading (penggolongan atau pengkelasan) bibit ikan berdasarkan ukurannya. Bagi pembudidaya ikan, aktifitas grading memang sudah merupakan kegiatan 'wajib' yang rutin dilakukan pada pemeliharaan ikan, baik di kolam tradisional, permanen maupun kolam terpal.
Grading bibit ikan biasanya dimulai pada segmen pembibitan dan berlanjut hingga segmen pembesaran, menjelang tercapainya ukuran konsumsi. Seperti telah sama-sama diketahui bahwa grading bibit ikan (yang umumnya masih dilakukan secara manual) merupakan proses yang cukup melelahkan dan menyita banyak waktu. Dimulai dari persiapan alat-alat budidaya yang diperlukan, seperti; jaring, seser, ember-ember penyaring (khususnya pada pembibitan lele) dan tong (drum) plastik sebagai wadah (tempat penampung sementara) ikan hasil grading hingga persiapan kolam-kolam tempat tujuan pemencaran bibit ikan.
Pada kondisi normal, proses grading ikan gurame dimulai saat bibit berukuran 'kuku' (size 1-2 cm) telah dipelihara selama kurang lebih 35 sampai 40 hari hingga mencapai ukuran 'korek gas' (size 2-3 cm). Proses grading berikutnya adalah saat bibit ikan gurame mencapai ukuran 'silet' (size 2,5-4 cm) sekitar 40 hari masa pemeliharaan dari ukuran 'korek gas'. Setelah dipelihara lagi selama 40-45 hari, bibit gurame ukuran 'silet' ini akan mencapai ukuran 'korek kayu' (size 3,5-5 cm). Pada tahapan inilah, disamping proses grading, dilakukan pula langkah penjarangan (pemencaran) bibit ikan ke beberapa kolam terpal lain yang telah dipersiapkan sebelumnya. Proses pemencaran ini dilakukan agar tercapai tingkat kepadatan ikan yang ideal. Demikian seterusnya, grading dan penjarangan pun kembali dilakukan hingga bibit ikan gurame mencapai ukuran '3 jari' dan '4 jari'. Pada kondisi normal, setelah bibit ikan mencapai ukuran 'tempelan' atau kira-kira sebesar telapak tangan orang dewasa (5 jari) maka proses grading tak lagi dilakukan karena tingkat keseragaman ukuran bibit ikan gurame umumnya telah tercapai. Menjelang ukuran konsumsi, kepadatan populasi bibit ikan gurame sebaiknya dipertahankan pada kisaran 10-12 ekor/m3 agar dicapai tingkat pertumbuhan yang optimal.
Pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan bibit ikan tidak dapat berkembang dengan baik. Terjadi kompetisi ruang dan pakan yang mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi tidak seragam. Beberapa bibit ikan memang dapat tumbuh dengan cepat namun sebagian besar lainnya justru terhambat (berukuran kerdil). Sering didapati, bibit ikan yang berukuran kerdil ini cukup banyak jumlahnya sehingga harus dipelihara lagi ditempat terpisah hingga mencapai ukuran standar. Proses ini tentu akan memakan waktu dan membutuhkan biaya ekstra. Hal yang demikian tentu tidak dikehendaki oleh para pembudidaya karena bagaimanapun juga nilai jual bibit ikan lebih ditentukan oleh ukuran fisiknya, bukan oleh umur atau lamanya masa pemeliharaan.
Selain menyebabkan tingkat keseragaman pertumbuhan ikan yang tidak merata, pemeliharaan bibit gurame dengan tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kualitas air kolam sulit untuk dikontrol. Kualitas air kolam dapat berubah dengan cepat dan tidak jarang hanya dalam hitungan jam kualitas air kolam telah menurun drastis. Hal ini mungkin cukup mengagetkan bagi pembudidaya ikan yang baru mencoba menekuni usaha pembibitan gurame. Bibit ikan yang semula tampak sehat, gesit dan lincah tiba-tiba sebagian besar mengalami 'kolaps' keesokan paginya tanpa adanya tanda-tanda (gejala) serangan penyakit pada hari sebelumnya.
Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya hal tersebut (akibat terlambatnya proses penjarangan) serta upaya untuk menghemat waktu saat grading maka muncul gagasan untuk mencoba mengadopsi cara pemeliharaan ikan dengan model keramba jaring apung (KJA) seperti yang banyak ditemui pada budidaya ikan dengan sistem air mengalir seperti di danau dan sungai serta kawasan perairan tenang di sekitar teluk dan pantai. Walaupun pola budidaya ikan di media kolam terpal sedikit berbeda (tidak menggunakan sistem air mengalir) namun kami pandang metode keramba jaring apung (KJA) ini dapat pula diterapkan pada kolam terpal, hanya saja diperlukan sedikit modifikasi bentuk dan ukuran keramba serta beberapa penyesuaian seperlunya.
Pada tahap awal kami coba membuat 3 jenis keramba sederhana berukuran 1 x 1 m2, 2 x 1 m2 dan 3 x 1 m2 dengan kedalaman jaring sekitar 90 cm hingga 1 meter (disesuaikan dengan kedalaman setiap kolam), masing-masing diperuntukkan bagi kolam terpal berukuran 4 x 4 m2 atau 4 x 6 m2, kolam 4 x 8 m2 dan kolam 6 x 6 m2. Untuk menghemat biaya, ketiga jenis keramba ini dibuat dari bahan-bahan sisa atau bahan bekas pakai yang masih dapat dimanfaatkan kembali seperti ;
- potongan pipa-pipa paralon (PVC) berbagai ukuran
- tali plastik berukuran sedang dan
- beberapa bagian dari lembaran jaring pemanen bibit yang sudah tak terpakai namun masih dapat dimanfaatkan kembali untuk membentuk jaring keramba
- dan jaring pelindung/ penutup permukaan keramba (jika dipandang perlu).
Bahan lainnya yang perlu disiapkan adalah beberapa sok penyambung pipa paralon (PVC) yang sesuai yakni ; type 'I', 'L' (knee) dan 'T' serta lem PVC tentunya.
- potongan pipa-pipa paralon (PVC) berbagai ukuran
- tali plastik berukuran sedang dan
- beberapa bagian dari lembaran jaring pemanen bibit yang sudah tak terpakai namun masih dapat dimanfaatkan kembali untuk membentuk jaring keramba
- dan jaring pelindung/ penutup permukaan keramba (jika dipandang perlu).
Bahan lainnya yang perlu disiapkan adalah beberapa sok penyambung pipa paralon (PVC) yang sesuai yakni ; type 'I', 'L' (knee) dan 'T' serta lem PVC tentunya.
Untuk membentuk 1 keramba jaring apung sederhana setidaknya diperlukan 2 jenis ukuran pipa paralon (PVC), yakni pipa paralon 1,5" sebagai rangka pengapung (sekaligus penggantung jaring) dan pipa paralon 1/2" sebagai rangka pemberat nya. Untuk ukuran keramba yang lebih kecil (1 x 1 m2), rangka pemberatnya cukup menggunakan pipa paralon berukuran 5/8".
Berikut ini adalah contoh pembuatan keramba jaring apung sederhana berukuran 2 x 1 m2 yang akan digunakan pada kolam pendederan berukuran 4 x 8 m2 dengan kedalaman genangan sekitar 1 meter.
Tahap pertama adalah membentuk rangka pengapung (pipa paralon 1,5") dan rangka pemberat (pipa paralon 1/2") masing-masing berukuran 2 x 1 m2. Setiap sambungan antar pipa pada rangka pengapung harus dipastikan betul-betul rapat (kedap udara) karena akan berfungsi sebagai pelampung (Gambar 1). Berbeda halnya dengan rangka pengapung yang berisi udara, rangkaian pipa paralon 1/2" sebagai rangka pemberat justru diisi air atau pasir sehingga dapat tenggelam dalam genangan air kolam.
Tahap kedua, memasang jaring berukuran 2m x 1m x 1m (yang telah disiapkan sebelumnya) pada rangka pengapung dengan menggunakan tali plastik mengitari sisi bawah rangka (gambar 2). Awal pemasangan jaring dapat dimulai dari salah satu sudut rangka pengapung menuju sudut berikutnya di arah sisi panjang rangka (gambar 3). Setiap melewati salah satu sudut rangka selalu dilakukan pemeriksaan tingkat kekencangan dan kerapihan ikatan antara jaring dan rangka (gambar 4). Demikian seterusnya hingga seluruh jaring dapat terpasang tepat seperti yang direncanakan dan siap untuk dimasukkan ke kolam pemeliharaan benih ikan (gambar 5).
Gambar 3
Tahap ketiga, sebelum uji coba sebaiknya telah dipastikan rangka pemberat dapat berfungsi dengan baik. Seluruh bagian rangka pemberat yang telah diisi air terlihat tenggelam sempuna dalam posisi horisontal (gambar 6). Jika tidak maka sebagian tirai jaring keramba akan 'menekuk'. Hal ini menandakan bahwa rangka pemberat tidak berfungsi dengan baik sehingga rangka yang semula diisi air harus diganti dengan bahan lain yang memiliki berat jenis lebih besar, misalnya pasir.
Tahap keempat adalah tahap uji coba untuk memastikan setiap bagian keramba (2 x 1 m2) ini telah terangkai dengan benar dan dapat berfungsi sesuai rencana (gambar 7 dan 8) demikian pula halnya pada keramba yang berukuran lebih kecil yakni 1 x 1 m2 (gambar 9). Untuk mencegah lolosnya bibit ikan yang mungkin saja dapat 'melompat' keluar melewati rangka pelampung maka perlu dipasang penutup keramba berupa hamparan jaring atau pelindung berbentuk pagar jaring yang dipasang pada posisi tegak (vertikal) setinggi 30-40an cm tepat diatas rangka pengapung di sekeliling keramba sederhana ini.
Gambar 8
Gambar 9
Dengan sedikit kreatifitas Anda pun dapat membuat keramba-keramba sejenis yang sejak awal memang telah dirancang untuk dapat saling terangkai membentuk modul-modul keramba sederhana yang dapat diletakkan pada bagian tengah kolam atau bahkan mengelilingi tepian kolam terpal. Dengan demikian diharapkan dalam 1 kolam terpal setidaknya terdapat 2 hingga 4 jenis ukuran bibit ikan yang dapat dipelihara dalam waktu yang hampir bersamaan. Hal ini tidak saja mempersingkat waktu saat harus melakukan proses grading namun juga akan menghemat kebutuhan ruang (kolam) budidaya.
Tidak tertutup kemungkinan pola pemeliharaan beberapa jenis ikan dalam satu medium dengan teknik heterotrofik (ikan lele dan nila) dapat pula diterapkan pada kolam terpal dengan menggunakan model keramba jaring apung sederhana ini.
Bagaimana pendapat anda ?
*[admin]
hebat,kreatif banget,tks,saya bisa aplikasikan di kolam terpal saya.
BalasHapusSip & Salam SUKSES ! Saya BINGUNG nih, kondisi di bandung airnya jelek, bau kapur. Jadi lagi cari2 lahan SEWA buat ditempat lain. Kebetulan istri saya punya WARISAN tanah adat di PADANG tapi di gunung. LUMAYAN luas 1ha lebih dan selama ini buat sawah. Saya terpikir mau olah bikin kolam terpal sistem KERAMBA JARING APUNG.. (he3x..NYONTEK Pak...) Tapi kondisi air disana SANGAT DINGIN.... RAGU klo lele, Nila, dan Gurami tahan HIDUP nih ? Trus tuk ambil BIBITnya juga bingung nih, maklum PELOSOK banget.... Gimana ya Pak ? Thanks.
BalasHapusWah, ini dia yang diimpikan para pembudidaya ikan selama ini; lahan luas, milik sendiri, air melimpah, jauh dari pencemaran plus lingkungan yang masih asri dan alami...
BalasHapusWeleh..weleh.. tunggu apa lagi nih Pak Kris, tinggal go ahead aja kan ? :)
O ya kalau boleh tau, di sana (Padang) suhu rata2 hariannya berapa pak? Kalau masih dalam kisaran 23-26 derajat Celcius tampaknya koq masih OK u/ coba budidaya Lele & Nila. Untuk budidaya ikan gurame segmen pembesaran di lahan terbuka pada daerah pegunungan berhawa agak dingin memang tampaknya kurang cocok karena pertumbuhannya sedikit lambat. Tapi Pak Kris bisa mencoba dulu usaha budidaya di segmen produksi telur hingga pembenihan melalui pemeliharaan indukan pada kolam-kolam terpal berukuran kecil atau sedang yang terlindung dari dinginnya hawa pegunungan. Jika ingin segmen pembesaran bisa juga dengan menggunakan keramba sederhana dalam skala yang tak terlalu besar (agar memudahkan pengontrolan kesehatan dan pertumbuhan ikan). Jika sekiranya hasilnya memuaskan maka tak ada alasan u/ tidak melangkah ke skala yang lebih besar bukan? :)
Bibit ikan dan indukan yang berkualitas dapat diperoleh dari pusat-pusat perbenihan yang telah menerapkan sistem CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) antara lain di Balai Benih dan Indukan (BBI) terdekat atau di UPR (Unit Perbenihan Rakyat) yang telah memiliki sertifikat CPIB dan direkomendasi oleh Dinas Perikanan setempat.
Semoga lancar dan sukses. Kami tunggu lho kabar perkembangan selanjutnya.
Salam kembali dari kami di IKT untuk Pak Kris sekeluarga.
Wahyudin, Email : dinw@ymail.com
BalasHapussalam kenal Pak Mursidi..., bagus banget blognya pak,artikelnya sangat membantu saya. pengen rasanya beternak ikan lele/gurame, ntar kalau sdh pulang ke indonesia(sekarang saya lagi jadi TKI di arab saudi). sekali lagi...salam kenal pak.
oh iya...kalo ada info bisa di kirim ke email saya. terima kasih
@Wahyudin di Saudi Arabia.
BalasHapusSalam kenal juga Pak Wahyudin. Terima kasih atas atensi yang telah diberikan pada blog IKT. Kami turut gembira jika info yang tersaji di blog sederhana ini ternyata dapat bermanfaat bagi segenap pengunjung, rekan-rekan sesama pembudidaya dan pemerhati dunia perikanan khususnya perikanan budidaya. Segala masukan, usul dan saran-saran dari pengunjung sekalian tentu sangat kami hargai. Kami pun berharap kedepan blog ini dapat tampil lebih baik dengan sajian informasi seputar dunia budidaya perikanan yang lebih menarik dan beragam.
Terima kasih kembali.
assalamualaikum, pak mau nanya nich. bibit gurame ukuran 5 jari kira2 bobotnya brp ons??. teruss kalo kita pelihara gurame dari ukuran 'kuku' sampe panen(ukuran -+ 2 ekor/ kilo) butuh berapa lama pak????...satu lagi, untuk benih ukuran kuku(gurame) skrg ini harganya berapa?
BalasHapusdi tunggu jawabannya...sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
wahyudin, Saudi Arabia.
@wahyudin di Saudi.
BalasHapusWa 'alaikum salam wr wb.
Bibit gurame ukuran 5 jari beratnya lk 200 gram/ekor. Dari ukuran 'kuku' ke ukuran 2 ekor/kg lk 17-18 bulan (khusus di media kolam terpal). Harga bibit gurame ukuran 'kuku' harganya saat ini di Yogya cukup bervariasi berkisar antara Rp.130,- s.d Rp.160,- per ekor, Harga normalnya rata2 Rp.150,- per ekor. Terima kasih kembali.
Asslamualaikum wr wb.
BalasHapusnama saya Teddy dari Mojokerto.
bagus sekali tipsnya pak Mursidi.
saya ada pertanyaan pak, saya ada sedikit lahan di belakang rumah yang rencananya mau saya pergunakan untuk beternak ikan, tetapi masalahnya di lingkungan saya tidak ada air mengalir (sungai) untuk keluar masuknya air dari kolam. bagaimana sebaiknya pak??.
terimakasih. salam sukses
@Teddy di Mojokerto, Jawa Timur
BalasHapusWa 'alaikum salam wr wb.
Jika media yang dipilih adalah terpal maka Anda bisa menggunakan sumber air tanah (sumur tradisional/ bor) namun sebaiknya dicermati dahulu kualitas airnya seperti pernah disampaikan di bagian 'Forum Diskusi dan Tanya Jawab' di blog ini. Air PDAM bisa dipilih sebagai alternatif terutama jika kualitas air tanah di tempat anda tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai air baku budidaya. Hanya saja Anda perlu mencermati kadar kaporit dan mungkin juga klor (chlorin) nya. Pertimbangkan pula biaya yang bakal Anda keluarkan (tagihan PDAM pasti membengkak kan?) karena volume penggunaan air yang bisa mencapai belasan bahkan puluhan meter kubik per bulan. :-)
Sebelum air limbah (lumpur pekat dari pengurasan air kolam) dibuang ke saluran umum sebaiknya di 'netralisir' dahulu setidaknya dengan proses pengendapan dan pemberian probiotik atau bakteri pengurai limbah secukupnya.
Assalamualaikum wr. wb
BalasHapusSalam kenal pak, saya dwi dari pundong, bantul. Saya sedang mencoba pembibitan lele. Dan selama ini belum berhasil, mohon pencerahannya. Bagaimana cara2 nya, dan kondisi yg bagus buat pembibitan lele. Dan saya juga minta informasi untuk mendapatkan induk yg bagus. Terima kasih sebelumnya.
@Dwi di Pundong, Bantul, DIY.
BalasHapusWa 'alaikum salam wr wb. Salam kenal juga sdr/i Dwi. Sebelum kami mencoba menjawab pertanyaan Anda, mohon dapat di-infokan lebih detil tentang beberapa hal terkait agar kami dpt memperoleh gambaran yang lebih jelas, antara lain:
- benih/ bibit lele jenis apa yg selama ini (telah) Anda coba? Sangkurang, Phyton, Dumbo atau lainnya?
- di tahapan yg mana dari usaha pembibitannya yang selama ini Anda nilai belum memberikan hasil yg memuaskan (sukses)? Apakah pd tahap pemeliharaan indukan, pemijahan, penetasan telur, fase larva atau saat pemeliharaan benih/ bibit lele?
- jenis media pemeliharaan yang digunakan saat ini, apakah kolam full permanen, semi permanen, terpal, tradisional (tanah) atau mungkin juga yg lain?
- kwalitas dan kwantitas serta pola pemberian pakan yg selama ini sering digunakan, apakah pellet (olahan pabrik) atau jenis pakan lainnya (mungkin dibuat/ diolah sendiri)?
- bagaimana dengan kondisi dan kualitas air baku yg digunakan?
- dari mana tempat indukan berasal (BBI/ Balai Benih Ikan) atau yang mungkin lainnya?
Kami tunggu kelanjutan informasi dari Anda. Terima kasih kembali.
Sebelumnya saya minta maaf atas pertanyaan saya yang kurang lengkap!
BalasHapus-Saya sudah mencoba, sampai tahap pemijahan! Pada waktu telur sudah menetas, kondisi masih baik, tetapi ketika berumur 3 hari, banyak larva yang mati sampai hampir 80%. Sebelumnya saya juga sudah mencoba sampai tahap poemijahan hampir 3x tetapi tidak ada telur yang menetas.
-Media yang saya gunakan kolam terpal pak.
-Untuk induknya pakan yang saya berikan bekicot dan pellet.
-Untuk air, saya menggunakan air sumur yang langsung sayan pompakan ke kolam.
-Saya mendapat induk hanya dari peternak lele, sehingga kualitasnya saya juga tidak yakin, dan untuk jenisnya juga beragam, ada phyton dan sangkuriang. Untuk itu saya juga mohon informasi untuk mendapatkan induk lele yang bagus di daerah bantul, dan informasi harganya sekalian.
Terima kasih.
Saya betul-betul salut kepada Bapak.Kreatif dan tidak ragu dalam berbagi. Selalu tuntas. Dalam banyak topik dan permasalahan , saya selalu memakai blog Bapak sebagai rujukan. Semoga Bapak selalu sehat , sehingga bisa selalu kreatif dan terus berbagi. Banyak salam. Ruddy- Tangerang
BalasHapusAssalamu'alaikum wr. wb.
BalasHapusSalam kenal Bapak,
Saya Fajar (fjr.suprapto@gmail.com) dari Sleman. Saya berniat utk terjun menekuni bidang perikanan. Tapi saya blm mempunyai sedikitpun pengalaman dan pengetahuan mengenai itu. Bisa tolong Bpk memberi saran sebaiknya apa yang saya lakukan lebih dahulu?
Kalaupun saya harus belajar (pelatihan) dulu, kira2 dimana tempat yg bisa Bpk rekomendasikan utk saya.
Mohon infonya juga, utk pemeliharaan telur menjadi bibit ukuran silet, sebaiknya metode apa yg terbaik utk dilakukan dan dimana tempat yg terbaik utk melakukannya di jogja pak, mohon sarannya.
Atau jika memungkinkan, berkenankah Bpk jika saya main2 ke tempat Bpk utk silaturahmi dan belajar dari Bpk?
Saya ucapkan terima kasih yg sebesar2nya atas respon dari Bpk.
Terima kasih
Assalamualaikum....
BalasHapusini Santo dari Lamongan muncul lagi
Trimakasih sekali pak... ini bisa saya praktekan di empang saya.. yg kebetulan selama dibiarkan hanya untuk penapung kebutuhan air dikala kemarau..dg adanya cara ini mudah2an bisa di duble fungsikan sebagai tempat ternak ikan..
dan mohon petunjuk pak dimana saya bisa mendapatkan bibit ikan lele,ikan patin & ikan gurami.... sekian trimakasih
salam sukses
santo Lamongan
assalamu'alaikum pak. trimaksih banyak atas informasinya,,, tugas saya jadi cpat slsai karena bantuan dari blognya bapak. smoga Allah snantiasa membalas kebaikan bapak. Aamiin........
BalasHapussalam kenal Pak Mursidi....
BalasHapusselama ini saya menanam lele dikolam tanah,hasilnya alhamdulillah baik cuma ada satu kendala,yaitu repotnya pada saat PENYOLTIRAN UKURAN,yg mau saya tanyakan apakah ada yang pernah menanam lele di KJA...
dan apa kendalanya?
terimakasih sebelumnya....
As wr wb, salam kenal pak Marsudi saya Mas Sun di Banjarmasin,aya apresiatip sekali terhadap blog bapak,saya mau tanya pak,saya punya kolam dari beton di sudut halaman rumah ukuran 1 x 2m,maksud saya sekalian utk hiasan karena saya hoby ikan,saat ini kolam sya isi lele dumbo 200 ekor,setelah 30 hari saya kuras ternyata tinggal lk separonya,perkembangan tdk merata ada yang besar sekali tp juga ada yang kerdil,saya tdk melakukan grading karena lahan sangat terbatas,maklum pak di tengah kota,yg mau saya tanyakan air yang saya pakai saat ini air PDAM (kayakya gak masalah),apa boleh kolam sy tersebut saya pasang pompa aquarium supaya sirkulasinya lancar(tapi airnya tetap yang di kolam tak ada air yang baru),gimana supaya lele napsu makannya banyak,apa bisa lele tsb saya campur dengan nila/gurame,menurut saran bapak ikan apa yang cocok utk kolam saya krn tempatnya dihalamn rumah,terima kasih
BalasHapuspak mursidi saya andrean dari purworejo.
BalasHapussaya mau tanya antibiotik alami untuk ikan selain garam apa yaah??
trims
Taufik RS (empankhijau.blogspot.com)
BalasHapusemail : deringembun@yahoo.co.id
Salam hangat,
terima kasih atas penjelasan bapak, kami sangat terbantu. Saya berada di Balikpapan Kaltim